Masih teringat aku, beberapa tahun lalu, ketika menonton sebuah tayangan yang menampilkan sebuah rapat para pejabat. Aku lupa pejabat tingkat apa, tapi yang menarik perhatianku adalah suguhan air mineral di atas meja mereka.
"Ishhh, pada nggak cinta Indonesia apa ya, air mineralnya kok itu sih," kataku.
"Kenapa nggak air mineral yang murah aja. Lebih merakyat gitu. Malah beli yang impor. Katanya wakil rakyat Indonesia," pendapat temanku.
Beberapa tahun kemudian, kita akhirnya tahu. Botol hijau yang cantik bermerek Equil ternyata merek asli Indonesia. Oh, astaganaga! Kita terlalu meremehkan Indonesia.
Jalan-jalan membaca berita dan melihat video di situs VoA, aku melihat sebuah video Feature menarik.
Satu lagi dari Indonesia! Seorang pria asal Jakarta bernama Ferdy Tumakaka membuat sebuah lini produk sepatu dengan label: Praja. Praja dikhususkan untuk pria dan tema dari sepatunya adalah comfort casual. Ujarnya, supaya sepatu labelnya bisa digunakan dalam keadaan santai namun tetap bisa digunakan dalam aktivitas formal seperti yang berhubungan dengan pekerjaan.
Ia menuturkan pula mengenai kegelisahannya mengapa Indonesia hanya terkenal sebagai negara dengan tenaga kerja yang murah, sehingga banyak perusahaan manufaktur di sini. Padahal, menurutnya, kreativitas dan sumber daya di Indonesia sudah cukup oke.
Aku setuju dengan pendapat pianis yang menambah profesinya sebagai desainer sepatu ini. Indonesia terlalu terlena dengan anggapan bahwa Indonesia kaya. Indonesia memiliki banyak pulau, banyak tambang, banyak sumber daya alam yang tak dimiliki negara lain, keanekaragaman hayati, dan sejenisnya. Ya, memang Indonesia kaya. Namun, secara keseluruhan kualitas SDM Indonesia masih agak rendah.
Hal ini bisa dilihat dari angka partisipasi kasar dan murni (APK dan APM) di sekolah formal. Angka partisipasi ini merupakan persentase dari jumlah peserta sekolah dibanding dengan jumlah orang yang masuk dalam usia sekolah. Bisa dilihat dalam berbagai jenjang. Entah itu APK SD, SMP, SMA, dan perguruan tinggi. Menurut DIKTI (Feb 2011), angka partisipasi kasar perguruan tinggi Indonesia hanyalah 18,7 persen.
Selain itu masalah sistem pendidikan di sekolah formal. Sir Ken Robinson, profesor dari University of Warwick di Inggris, mengutarakan bahwa sistem pendidikan formal kebanyakan tidak memajukan kreativitas siswa. Sama halnya dengan di Indonesia, pendidikan berkutat dengan buku teks. Kreativitas dan kebebasan tidak terlalu dikembangkan. Namun, sekarang sudah mulai direvolusi sistem pendidikan. Seperti diperbanyak kerja tim, presentasi, collaborative learning, dan semacamnya, supaya siswa bisa berperan aktif. Peran aktif siswa ini yang mampu meningkatkan kreativitas.
Diharapkan para siswa ini bisa meningkatkan SDM Indonesia menjadi lebih berkualitas dan maju di perkancahan dunia kreatif global. Semoga. Hm, tidak tidak semoga. Pasti. Pasti bisa!
Tak hanya Fredy Tumakaka, banyak insan Indonesia yang melangkah ke dunia internasional dalam berbagai bidang. Sebut saja Dian Pelangi dalam bidang fashion. Perempuan 21 tahun asal Palembang ini terkenal karena desain busana muslimnya. Bahkan seorang Putri dari Jordania pun memesan busana ke Dian Pelangi loh!
Dian Pelangi |
Atau kalau produk lain, sebutlah Polygon. Awalnya aku kira itu merek sepeda impor, eh kok ya ternyata berasal dari Sidoarjo, Jawa Timur. Belum lagi J.Co, Sour Sally, X (S, M, L), Essenza, merek-merek yang terlihat 'impor' ternyata asli Indonesia. Sebenarnya banyak juga lainnya, insan dan produk Indonesia yang mendunia. Dan aku yakin banyak sekali tunas-tunas dunia kreatif global di Indonesia. Karena... Indonesia kreatif, Indonesia bisa
Sumber
Sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimah kasih atas kunjungannya
Mari berkomentar dengan kata kata yang baik ^^